BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhmed (2011:03) memaparkan “ dewasa ini telah terjadi pergeseran nilai etika dan budaya di berbagai kalangan, khususnya para remaja. Pergeseran itu antara lain , maraknya pergaulan bebas dan ancaman pornigrafi, kekerasan, dan kerusuhan yang berujung pada tindak anarkis, hingga adanya hegemoni suatu kelompok”. Pergeseran nilai etika dan budaya itulah yang menjadikan generasi sekarang kehilangan jati dirinya. Berulang kali kita menyaksikan di berbagai media massa baik surat kabar maupun televisi tentang siswa gagal UNAS kemudian bunuh diri atau pengrusakan terhadap sekolah karena sekolahnya gagal meluluskan siswanya. Selain itu, masih banyak lagi bentuk-bentuk tindakan anarkis, mulai dari tawuran antar pelajar, mahasiswa bahkan kisruh-kisruh di elit DPR saat sidang paripurna.
Permasalahan diatas adalah sebagian kecil dari berbagia masalah yang disebabkan oleh menurunnya nilai etika, moral dan budaya dalam bangsa Indonesia di era globalisasi ini yaitu pornografi, kasus narkoba, plagiarisme dalam ujian, dan sejenisnya. “Era globalisasi telah membentuk manusia serba instan dan berpikir praktis untuk mencapai tujuan. Ketidakmampuan mengikuti jaman akan menjadi manusia mudah frustasi dan melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai termasuk dalam pendidikan”. (Kamilun, 2010:18).
Disinilah tantangan semakin besar di era globalisasi ini. Pendidikan diharapkan mampu membendung berbagai kemungkinan-kemungkinan negatif yang secara perlahan akan menghilangkan budaya bangsa ini. Salah satunya penguatan pendidikan karakter yang menekankan pada dimensi etis spiritual dalam proses pembentukan pribadi. Hasan (2011:03) mengungkapkan, “ untuk membentengi generasi muda agar terhindar dari pergeseran nilai etika dan budaya, butuh pembangunan karakter”.
Akhir-akhir ini pendidikan karakter begitu gencar menjadi sorotan berbagai kalangan negeri ini. Bahkan Mohammad Noh, selaku Mendikans secar tegas mengatakan, pendidikan karakter sangat penting untuk bangsa. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Sehingga dengan demikian, pendidikan berbasis karakter bisa kita jadikan langkah preventif untuk mencegah berbagai kemungkinan-kemungkinan negatif di era globalisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
Berdasarkan batasan masalah di atas maka dapat di rumuskan pemasalahan sebagai berikut :
1. apa yang dimaksud dengan globalisasi ?
2. Apa dampak negatif dari globalisasi ?
3. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan nasional ?
4. Mengapa diperlukan pendidikan berbasis karakter di era globalisasi?
5. Apakah pengertian dari pendidikan karakter?
6. Apakah tujuan dari pendidikan karakter?
7. Bagaimana penerapan pendidikan berbasis karakter di era globalisasi?
8. Apa manfaat pendidikan berbasis karakter di era globalisasi?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain adalah untuk mengetahui, memahami, serta membahas tentang:
1. Pengertian globalisasi atau hakikat globalisasi
2. Dampak negatif dari Globalisasi
3. Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan Nasional.
4. Perlunya pendidikan berbasis karakter di era globalisasi.
5. Pengertian pendidikan karakter.
6. Tujuan pendidikan karakter
7. Peranan pendidikan berbasis karakter.
6. Manfaat pendidikan berbasis karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
- Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
- Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara
2.2 Dampak Globalisasi
Seperti yang kita tahu bahwa globalisasi adalah proses komplek yang digerakan oleh berbagai pengaruh sehingga mengubah kehidupan sehari-hari terutama dinegara berkembang, dan pada saat yang sama ia menciptakan system- system dan kekuatan trans nasional baru.
Globalisasi juga menimbulkan berbagai dampak yang merupakan permasalahan global. Dampak dari globalisasi tersebut itu adalah:
2.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Beberapa fungsi pendidikan (diadopsi dari Academic Duty, karya Donald Kennedy, 1999) adalah to teach, to mentor,to discover,to publish,to reach beyond the wall,to change,to tell the truth,to inform,dan character building.
Sementara itu, konsep pendidikan karakter dapat dijabarkan sebagai Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within (David Elkind & Freddy Sweet, Ph.D., 2004, dalam arief rachman, 2011).
Orang sering terjebak, pendidikan karakter itu diterjemahkan hanya sebagai sopan santun. Padahal lebih dari itu. Yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan.
Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai – nilai karakter pada peserta didik,yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai- nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
Menurut Akhmad Sudrajat kita mesti mengerti makna dari karakter itu sendiri terlebih dahulu . Pengertian Karakter menurut Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personlitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sementara itu yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian , berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.
Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Para Ahli
- Pendapat Tadzkirotun Musfiroh (2008).
Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Makna karakter itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku sehingga orang yang tidak jujur , kejam, rakus dan berperilaku jelek. Sebaliknya orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia. Seseorang dianggap memiliki karakter mulia apabila ia mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang potensi dirinya adalah terpupuknya sikap terpuji, seperti penuh reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kratif –inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab dll. Dengan demikian karakter atau karakteristik adalah realisasi perkembangan positif dalam hal intelektual, emosional, social, etika dan perilaku .
- David Elkind dan Freddy sweet, Ph.D. (2004)
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik,Guru membantu membentuk watak peserta didik agar senantisa positif .
- T. ramli (2003) menyatakan bahwasannya pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan pendidikan moral atau akhlak. Dalam konteks pendidikan di Indonesia pendidikan karakter ialah pendidikan nilai yakni penanaman nilai-nilai luhur yang di gali dari budaya bangsa Indonesia. pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Ada beberapa nilai karakter dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik, yakni rasa cinta kepada Tuhan yang maha esa dan ciptaannya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, mampu bekerjsama, percaya diri, kreatif, mau bekerja keras, pantang menyerah, adil serta memiliki sifat kepimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Guru harus berusaha menumbuhkan nilai nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengejaran dan wacana.
2.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter bertujuan untuk:
- Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkna diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang padagilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus.Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataa yang idea, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
- Pendidikan Karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuaannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
- Pendidikan karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
2.1.1 Perspektif Pendidikan Berbasis Karakter
Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler dapat didekati dari perspektif programatik maupun teoritis.
a. Perspektif programatik
1. Habit versus Reasoning. Beberapa perspektif menekankan kepada pengembangan penalaran dan refleksi moral seseorang, perspektif lainnya menekankan kepada mempraktikan perilaku kebajikan hingga menjadi kebiasaan (habitual). Adapula yang melihat keduanya sebagai hal penting.
2. ”Hard” versus ”Soft” virtues. Pertanyaan-pertanyaan: apakah disiplin diri, kesetiaan (loyalitas) sungguh-sungguh penting? atau, apakah kepedulian, pengorbanan, persahabatan sangat penting? Kecenderungannya untuk menjawab YA untuk kedua pertanyaan tersebut.
3. Focus on the individual versus on the environment or community. Apakah karakter yang tersimpan pada individu ataukah karakter yang tersimpan dalam norma-norma dan pola-pola kelompok atau konteks? Jawabnya, memilih kedua-duanya (Schaps & Williams, 1999 dalam Williams, 2000: 35).
b. Perspektif Teoritis
1. Community of care (Watson)
2. constructivist approach to sociomoral development(DeVries)
3. child development perspectives (Berkowitz)
4. eclectic approach (Lickona)
5. traditional perspective (Ryan) (the National Commission on Character Education dalam Williams, 2000: 36).
2.4 Perlunya Pendidikan Berbasis Karakter di Era Globalisasi
Bebagai fenomena sosial yang muncul akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Fenomena kekerasan dalam menyelesaikan masalah menjadi hal yang umum. Pemaksaan kebijakan terjadi hampir pada setiap level institusi. Manipulasi informasi menjadi hal yang lumrah. Penekanan dan pemaksaan kehendak satu kelompok terhadap kelompok lain dianggap biasa. Hukum begitu jeli pada kesalahan, tetapi buta pada keadilan. Aan (2010), mengatakan, “Sepertinya karakter masyarakat Indonesiayang santun dalam berperilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, local wisdom yang kaya dengan pluralitas, toleransi dan gotong .royong, telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-kelompok baru yang saling mengalahkan.”
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini yang berada di era global, bangsa Indonesia harus memiliki visi prospektif dan pandangan hidup yang kuat agar tidak didekte, dan diombang-ambingkan oleh kekuatan asing. Berbagai bentuk pelanggaran masih terus terjadi. Tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur, semau gue dan tidak disiplin, anarkhisme dan ketidaksabaran, korupsi, ketidakjujuran dan budaya nerabas, rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, terus menghiasai kehidupan bangsa kita. (Sardiman AM, 2010: 148).
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal dalam sebuah diskusi di Maarief Institute menuturkan bahwa permasalahan yang hadir di masyarakat seperti korupsi, kekerasan,tindak anarkis dan lainlainnya menjadi latar belakang mengapa pendidikan karakter perlu dilaksanakan. Pada dasarnya, pendidikan karakter selaras dengan tujuan nasional pendidikan yang tercantum pada Pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini menyebutkan, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Harian Sindo, 2010).
Ada beberapa alasan yang mendasar bahwa pendidikan berbasis karakter diperlukan seperti yang terjadi di USA pada saat memasuki abad 21, di antaranya:
a. There is a clear and urgent need.
b. Transmitting values is and always has been the work of civilisation.
c. The school’s role as moral educator becomes more vital at a time when millions of children get little moral teaching from their parents and when value-centered influence such as church or temple are also absent from their lives.
d. thereis a common ethical ground even in our values-conflicted society.
e. Democracies have a special need for moral education.
f. There is no such thing as value-free education.
g. Moral questions are among the great question facing both the individuals and human race.
h. There is a broad-based, growing support for values education in the schools.
Dari situasi tersebut bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen; adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses tranmisi nilai sebagai proses peradaban; peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai; kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya landasan yan g kuat dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah. Smua argumen tersebut tampaknya masih relevan untuk menjadi cerminan kebutuhan akan pendidikan nilai/moral di Indonesia pada saat ini.
Proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan nasional pendidikan karakter.Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang ber-Bhinneka tunggal ika dan dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat dengan nilai dan moral, merupakan alasan filosofik-ideologis, dan sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun dan dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.(Draft:2010).
2.3 Penerapan Pendidikan Berbasis Karater di Era Globbalisasi
“Pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai nasionalisme di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lain tidak berjalan efektif karena siswa tidak menemukan sosok teladan”.(Kompas, 3 Mei 2011:01). Akibatnya, siswa berpandangan, pendidikan karakter di era globalisasi ini hanya sekedar wacana dan tidak perlu di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan mereka merasa di bohongi dengan hanya mendengarkan materi tentang karakter baik, kejujuran, dan patriotisme, tetapi gagal menemukan sosok teladan dalam kehidupan nyata. Mereka hanya meyakini paham baru yang disebabkan adanya globalisasi di segala bidang yang justru bertolak belakang dengan nilai-nilai moral pancasila di negara Indonesia.
Penerapan pendidikan karakter sebenarnya dapat dilakukan pada berbagai jenjang, mulai dari SD (bahkan TK) hingga perguruan tinggi. Berbagai macam cara dapat dilakukan. Sekolah (termasuk perguruan tinggi) harus bisa melakukan upaya-upaya pembentukan karakter siswa melalui kegiatan pembelajaran formal mereka di lembaga tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengintegrasikan pembentukan karakter pada matapelajaran tertentu. “Pendidikan karakter bersifat pengajaran nilai, maka tidak perlu ada penambahan bahan kajian. Dengan demikian, pelaksanaan implementasi pendidikan karakter tidak perlu menambah alokasi waktu yang tersedia pada tiap-tiap mata pelajaran, tetapi cukup melakukan pembahasan pada metode pengajaran atau cara penyajian bahan pengajaran”(Novi, 2010:12). Selain itu, juga dicarikan tokoh-tokoh teladan dalam proses pembelajaran. Misalnya di kelas-kelas sebuah lembaga pendidikan, selain menjelaskan materi-materi tentang pendidikan karakter guru juga mencarikan tokoh-tokoh yang bisa dijadikan panutan dalam menghadapi kehidupan di era globalisasi.
Dari contoh-contoh yang telah disebutkan di atas, ada hal penting yang harus diperhatikan dalam penerapan pendidikan karakter. Hal tersebut yaitu pemberian contoh oleh guru. Pepatah mengatakan bahwa guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru. Berdasarkan pepatah tersebut, guru haruslah senantiasa memberikan contoh terbaik kepada siswanya tentang perilaku-perilaku terpuji pembentuk karakter. Guru tidak boleh hanya memberikan perintah kepada siswanya untuk berperilaku baik, tetapi ia juga harus memberikan contoh kepada siswanya berupa perilaku yang baik pula. Dengan demikian, ada kerjasama antara guru dan siswa dalam membentuk karakter siswa.
2.4 Manfaat Pendidikan Berbasis Karakter di Era Globalisasi
Dari beberapa uraian diatas, manfaat pendidikan karakter di era globalisasi sangat banyak dan besar bagi kehidupan bangsa dan negara karena perannya yang sangat fital dalam pembentukan karakter warga negara berdasarkan nilai-nilai etika dan budaya bangsa. Berikut ini adalah berbagai manfaat dari pendidikan karakter.
1) Pendidikan karakter menjadikan individu yang maju, mandiri, dan kokoh dalam menggenggam prinsip.
2) Pendidikan karakter akan menjadi benteng dalam memerangi berbagai perilaku berbahaya dan gelap.
3) Pendidikan karakter sebagai Promoting Prosocial Attitudes/Values.
4) Pendidikan karakter sebagai Encouraging Intellectual/Academic Values.
5) Pendidikan karakter sebagai Mempromosikan Pengembangan Pribadi Holistik. Meliputi, Karir kejuruan perencanaan / dan komitmen, pengembangan kepemimpinan, pertumbuhan rohani mentoring dan peran pemodelan, adventure questing dan pembangunan iman.
6) Pendidikan karakter sebagai Encouraging Civic ResponsibilityMendorong Tanggung Jawab Civic. Meliputi, layanan & kesukarelaan, politik tindakan, keberlanjutan dan civic keterlibatan.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
1) Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan dan pendidikan berbasis karakter akan menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang sadar diri sebagai makhluk, manusia, warga negara, dan pria atau wanita.
2) Pendidikan karakter sangat diperlukan atas dasar argumen; adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses tranmisi nilai sebagai proses peradaban; peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai; kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya landasan yan g kuat dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah.
3) Penerapan pendidikan karakter di sebuah lembaga pendidikan harus ada integrasi dengan materi mata pelajaran dan aplikasi terhadap materi-materi pendidikan karakter. Selain itu, guru juga mencarikan tokoh-tokoh untuk dijadikan teladan di era globalisasi.
4) Manfaat pendidikan karakter banyak dan sangat besar dalam pembentukan karakter warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai etika dan budaya bangsa.
3.2 Saran
1) Bagi Masyarakat
Dalam upaya untuk mendukung dan mensukseskan pendidikan karakter perlu adanya teladan yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sehingga mereka akan mudah untuk mengaplikasikan materi-materi pendidikan karakter.
2) Bagi Pemerintah
Dalam upaya untuk mendukung dan mensukseskan pendidikan karakter, selain adanya teladan yang baik, juga memberikan perhatian dan memberikan sarana-sarana yang menunjang bagi kesuksesan pendidikan karakter di era globalisasi.
3) Bagi Sekolah dan Guru
Pihak guru dan sekolah diharapkan mampu mengontrol perkembangan perilaku murid-muridnya. Sehingga sedapat mungkin kesalahan-kesalahan yang ada pada murid bisa segera ditangani.
DAFTAR RUJUKAN
Mulyono, M. 2010. Pendidikan Karakter Mewujudkan Jati Diri Bangsa. Makalah disajikan dalam Acara cangkru’an Ilmiah, Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Maliki, Malang. 17 Oktober.
Susilowati, N.E. 2010. Implementasi Pendidikan Karakter Pada Bidang Studi Bahasa Indonesia. Makalah tidak diterbitkan. Malang: PPs UM.
Kompas. 3 Mei 2010. Penanaman Nasionalisme Tanpa keteladanan, hlm.1.
Media Umat. 18 April 2010. Pendidikan Berbasis Karakter,hlm.11.
Surya Pos. 20 Maret 2011. Penanaman Nilai-nilai Budaya dan Etika di Era Globalisasi, hlm.15.
Edi, S. 2010. Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter,(Online), (http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/TESIS/PENDIDIKAN_TEKNOLOGI_DAN_KEJURUAN/0705199___TRISNO_YUWONO/T_PTK_0705199_Chapter1.pdf), diakses 17 Maret 2011.
Ihsan, A. 2010. 9 Pilar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter,(Online), (http://sdncbu11.wordpress.com/2010/08/03/9-pilar-pendidikan-holistik-berbasis karakter/), diakses 07 oktober 2013
Wahyuni, I. 2011. Pendidikan, (Online), dalam Wikipedia(http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan), diakses 20 oktober 2013.
Wahyuni, I. 2011. Karakter, (Online), dalam Wikipedia(http://id.wikipedia.org/wiki/Karakter), diakses 20 oktober 2013.
0 komentar:
Posting Komentar